Mengapa ada orang yang tidak mau memikul tanggung jawab atas tindakan mereka sendiri?
Atau mengapa ada orang yang tidak mau memecahkan masalah mereka sendiri?
Dalam kehidupan ini tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat seseorang yang berbakat dalam suatu hal dibanding yang lain. Terdapat orang yang dianugerahi fisik yang kuat, kecerdasan luar biasa, dan sumber daya yang melimpah, sementara itu terdapat pula orang-orang yang kekurangan akan hal tersebut. Akan tetapi, dalam dunia ini masih terdapat orang-orang dengan bakat yang Ia miliki masih saja gagal menunjukkan potensi mereka, sementara terdapat orang-orang dengan bakat yang biasa saja justru dapat melampaui atau mempunyai prestasi dari yang diharapkan.
Beberapa hal yang merumuskan kehebatan seseorang diantara lain terdapat IQ, EQ, dan AQ. Kita mungkin sudah tidak asing dengan IQ atau Intelligence Quotients sesuai dengan namanya, IQ merumuskan sebuah kemampuan manusia dalam yang berkaitan dengan penalaran, pemecahkan masalah, belajar, memahami gagasan, berpikir, dan merencanakan sesuatu. Akan tetapi masih saja terdapat orang-orang dengan IQ tinggi yang gagal?
Melalui berbagai macam gagasan dan dasar ilmiah Daniel Goleman menjelaskan mengapa orang dengan IQ tinggi masih saja kalah dengan orang dengan IQ yang biasa-biasa saja. Selain IQ, menurut Goleman semua orang memiliki EQ atau Emotional Quotients. EQ merupakan sebuah penggambaran kemampuan seseorang untuk berempati dengan orang lain, menunda rasa gembira, mengendalikan dorongan-dorongan hati, sadar diri, bertahan, dan bergaul secara efektif dengan orang lain. Goleman yakin bahwa EQ lebih penting dibandingkan dengan IQ yang ada pada seseorang. Akan tetapi, walaupun EQ memiliki tolak ukur yang sah dan metode yang jelas untuk mempelajarinya tetap saja kecerdasan emosi sulit untuk dipahami. Dibandingkan dengan kedua hal tersebut, masih terdapat sesuatu yang menurut Paul G. Stoltz merupakan sebuah kunci dari kesuksesan yaitu AQ atau Adversity Quotients.
Apakah kalian percaya jika seseorang pantang menyerah akan meraih kesuksesan dalam hidupnya?
Jika percaya akan hal tersebut, maka kalian tepat untuk melanjutkan pembahasan kali ini. Paul G. Stoltz (2000) menjelaskan bahwa Adversity Quotient merupakan suatu ukuran untuk mengetahui respons seseorang terhadap kesulitan. Beberapa fungsi AQ antara lain :
Dari penjabaran beberapa fungsi diatas, hal tersebut sangat berguna untuk mengukur AQ seseorang sehingga orang tersebut dapat melakukan usaha untuk meningkatkan AQ sekaligus mengubah cara berpikirnya. AQ sendiri juga memiliki 3 bentuk yaitu :
Lalu, apa saja yang dapat dirumuskan oleh AQ?
AQ merumuskan :
Seseorang dengan AQ yang tinggi menikmati serangkaian manfaat seperti, kinerja, produktivitas, kreativitas, kesehatan, ketekunan, daya tahan, dan vitalitas dalam pekerjaan dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki AQ rendah. Dalam perusahaan, AQ dapat merumuskan bagaimana orang dalam menanggapi perubahan, seberapa mampu mengatasi kesulitan, keinginan mereka dalam prestasi lebih, mengimbangi tuntutan klien yang terus meningkat, dan keambisiusan seseorang.
Stoltz, P. G. (2000). Faktor Paling Penting dalam Meraih Sukses Adversity Quotient. Jakarta: Grasindo.